Iuran Perelek PBG Kampung Sebrang

 Warga kampung sebrang tengah mendapat kabar gembira dari Gubuk Perhakiman Besar (GPB) kampung Sebrang, pasalnya ketua hakim memutuskan Peraturan kepala kampung (perkepka) tentang kenaikan iuran perelek Program Berobat Gratis (PBG) di kampung Sebrang dibatalkan. 

Sungguh beruntung kampung Sebrang, yang saat ini sudah menjadi bagian dari Kelompok Kampung  Maju (KKM) dari segi ekonomi, pariwisata, sosial budaya, pendidikan, serta politiknya, meski masih berstatus magang di kelompok kampung maju tersebut. Sangking majunya, kampung ini punya berbagai lembaga yang dapat memastikan keberlangsungan siklus kehidupan warga kampung tersebut secara adil dan beradab, mulai dari Lembaga Sekuriti Kampung (LSK), Lembaga Peguyuban Pemuda dan Warga (LPPW), Badan Usaha Milik Kampung (BUMK). Tentunya, ada juga lembaga Gubuk Perhakiman Besar (GPB). 

Maka, tak heran jika kampung Sebrang memiliki program berobat gratis sebagai salah satu program unggulan yang sudah berjalan turun temurun sejak sebelum pak kepala kampung ini naik panggung. Hanya saja nama program sebelumnya itu Asuransi Perobatan (AP) yang dari namanya saja terkesan profit oriented san ekslusif, sehingga dirubah menjadi Program Berobat Gratis (PBG) yang dari namanya saja terkesan Berprikeadilan sosial dan seutuhnya untuk kepentingan warga kampung Sebrang.

Beberapa bulan lalu, ketua kampung bersama jajarannya sepakat untuk menaikan iuran program berobat gratis (PBG) dengan alasan kas kampung melulu nombok, dan sedari awal sudah bayak pihak yang menentangnya, mulai dari sesepuh dan tetua  kampung, pemuda kampung, jelas tentu oleh orang-orang yang ikut serta program tersebut. Alasan penolakan oleh pihak-pihak tersebut sederhana, sebagian besar penghasilan warga kampung Sebrang masih rendah. Meskipun demikian, warga kampung Sebrang sadar kesehatan adalah hal esensial dan primer, tapi jika untuk makan saja susah, bagaimana mungkin sebagian besarnya uang disaku harus dilibas untuk iuran program ini, toh apakah tentang kesehatan  itu melulu tentang uang, karna uang, sebab uang?, Katanya. 

Bagi warga yang berpenghasilan tetap atau yang  memiliki usaha mungkin tidak masalah dengan keputusan ketua kampung ini, tapi jumlah warga yang berpenghasilan rendah masih lebih banyak dibandingkan yang berpenghasilan cukup atau lebih, dan itu permasalahannya.

Dan, Bersyukurlah warga kampung Sebrang yang memiliki Gubuk Perhakiman Besar (GPB), Karena sudah membatalkan peraturan ketua kampung (perkepka) itu,  artinya kondisi perekonomian warga dapat diselamatkan. 

Tapi jangan salah, bukan kampung Sebrang kalo ga ada kejenakaan disetiap parodinya. Belum ada setengah tahun sejak keputusan hakim dibacakan, kepala kampung mengeluarkan peraturan barunya lagi sebagai pengganti peraturan yang dibatalkan oleh GPB, ya, ini juga harus disyukuri oleh warga kampung Sebrang ini, karena memiliki kepala kampung yang visioner, gesit, progresif, responsif, dan adaptif terhadap cuaca panas maupun hujan. Tentunya peraturan yang baru saja diundangkan oleh kepala kampung sudah dinanti-nanti sedari awal, karena ingin mendapat kepastian, terlebih oleh warga yang ikut program.

"Bapak-bapak ibu-ibu, pemuda pemudi, warga kampung Sebrang yang saya cintai, sebagai bentuk kepatuhan kami pada keputusan hakim Gubuk Perhakiman Besar, dan agar dapat dijadikan contoh dan suritauladan bagi warga kampung Sebrang tentang ketaatan dan kepatuhan terhadap hukum dan norma yang berlaku di negara kita, Kami telahi membatalkan dan menjabut peraturan yang barusaja kami buat tentang kenaikan iuran perelek  program berobat gratis ini, dan sebagai tindaklanjut dari putusan tersebut, kami menggantinya dengan peraturan yang baru, hal ini kami lakukan semata-mata demi keberlangsungan program tersebut, dan warga kampung Sebrang yang memerlukan pengobata dapat berobat dengan gratis, sehingga semuanya senang dan tidak ada yang dirugikan." Kata pak kepala kempung via pengeras suara (toa) sambil berdiri bersama jajarannya diatas mobil yang katanya produksi anak kampung Sebrang itu. 

Diantar warga kampung Sebrang ada yang sudah mengetahui isi peraturan yang baru itu mendetail, sebagian lagi  sekedar tau kalo peraturan yang baru itu tidak ada bedanya dengan peraturan sebelumnya, sebagian lagi ada yang acuh karena sudah paham betul pola pikir dan pola kerja kepala kampung itu. Selain itu ada juga yang cuma bisa mengeluskan dada, padahal tidsk ikut iuran perelek progran tersebut. 

"Aneh yo, selama ini aku baru sadar kalo Gubuk Perhakiman Besar itu sebenernya ga ada gunanya" kata salah satu anak muda yang aktip wara wiri di ruang diskusi di warung kopi pertigaan dekat masjid. "Aneh gimana, cuk, jangan ngawur, lembaga itu salah satu bentuk eksistensi kampung kita dimata kampung lain, dan peran serta fungsinya itu sangat penting untuk kehidupan kita sehari-hari." Sahut temannya yang belum mudeng arah pembicaraan temannya itu. 

"Kau tau, aku bilang gini karna..., kau tau kan kalo keputusan pak hakim udah ditindaklanjuti lagi sama pak kepala kampung?."

"Owh, itu maksudmu, ya aku udah baca peraturannya yang baru. Malah aku salut sama pak  kepala kampung kita itu, dia cukup ahli dibidang komunikasi, dia...., Kau tau kalo ada orang yang pintar mbujuk anak kecil yang lagi ngerengek minta beli eskrim, ya, itu dia, kepala kampung kita sangat pintar mbujuki  warganya, dia ikut permainan GPB yang harus ditaati dan dipatuhi, dia bikin peraturan baru seolah iuran perelek program berobat gratis itu ringan, dan dari situ seolah dia mendengar aspirasi warga kampung Sebrang," Sambil merangkul temannya itu dia melanjutkan "Memang sebatas itu peran GPB kita, sebatas itu, ga lebih. Yang salah bukan GPBnya, tapi memang kepala kampung kita yang ga ngerti dan ga mau ngerti apa yang ada dilubuk hatimu yang paling dalam, dibenak para warga yang berpenghasilan rendah yang ikut serta program ini, di hati dan perasaan mereka yang setiap hari mengharapkan kehidupan yang lebih baik. Aturan bisa aja dipermainkan, enggak dengan perasaan dan kepercayaan"

"Terus, kita bisa apa?."

"Jangan tanya saya, tanya aja ke rumput yang lagi main tiktok."

Komentar