Berhasratlah! Sebelum ia ada undang-undangnya.

Perkenankan saya merekam spontanitas. Mohon tidak mempertanyakan apa "goals" yang hendak disuguhkan, karena yang terbesit malam ini (ya, saya menulis ini sekitar pukul 00.30 WIB-an) memang bukan serangkaian kalimat yang panjang, namun hanya dua kata: hasrat, dan motivasi (tapi pada tulisan ini saya tidak membahas motivasi, garing juga, ya, kan..(?)).

Saya tidak sedang berusaha untuk menyuguhkan insight yang dapat membuka lebar cakrawala wawasan hidup, tidak. Saya juga tidak sedang berusaha untuk menawarkan satu "gagasan" yang berdampak besar pada dunia perdukunan pengetahuan, tidak. Karena saya hanya lah debu yang berada di antara tanah-tanah subur di taman rindang. 

Tentang Hasrat. Kita tentu sepakat bahwa setiap manusia (hewan berakal) memiliki hasrat (keinginan tinggi) terhadap sesuatu, mulai dari terhadap hal yang sederhana maupun yang rumit nan gila, terhadap hal yang paling rasional sampai yang paling ra (baca: tidak) masuk akal, yang paling asyik, sampai yang paling nyentrik. Ya, paling tidak sekali, terhadap satu hal dalam hidupnya, karena umumnya manusia itu berhasrat, ya, ga, sih? (nda usah diperhitungkan dulu manusia yang nda umum, ya). Dan hasrat, dapat kita terjemahkan sebagai cita-cita, harapan, maupun tujuan pada hal-hal konkrit maupun terhadap hal-hal abstrak. Umumnya manusia berhasrat. Bahkan meski akalnya belum bekerja secara "sempurna" pun, manusia sudah berhasrat.

Ia (hasrat) tidak melulu terlahir dari perkara yang bernuansa positif, dari kata-kata indah tentang gambaran abstrak peristiwa masa depan, dari cerita-cerita yang dituturkan orang tua tentang keadaan yang menyenangkan, dari kisah tokoh heroik yang menjadikan pendengarnya berhasrat menjadi aktor utamanya. dan tentu juga dari nuansa positif lainnya yang ada di sekeliling "lingkungan" terdekat yang kemudian membentuk hasrat manusia. Ada yang berhasrat terhadap pengetahuan pesawat terbang, membuat serta menerbangkannya, karena mendapatkan pitutur agar bisa mempersatukan bangsa Indonesia dengan pesawatnya. Ada yang berhasrat untuk memimpin, karena mendapatkan gambaran bahwa pemimpin harus seperti warung yang selalu menyediakan apa yang dibutuhkan. Eh, ceritanya kok kayak nda asing, ya?

Hasrat, juga terkadang lahir dari serangkaian peristiwa-peristiwa yang bernuansa negatif, dalam kata lain apa pun yang dirasa "ga asyik" yang terjadi maupun pernah terjadi atau dialami sebelumnya oleh dirinya, kelompoknya, maupun oleh pihak lainnya, sehingga, dari peristiwa-peristiwa ini manusia belajar untuk melakukan pendekatan yang dapat menghantarkannya pada hasil yang sebaliknya, seperti halnya ada yang merasa ga asyik jadi orang miskin (jika miskin dianggap negatif), kemudian berhasrat menjadi orang kaya; atau ga asyik jadi orang kaya (jika kaya dianggap negatif), kemudian berhasrat terjun payung jadi orang miskin (jangan salah, menjadi miskin itu sulit, kecuali bagi yang ditakdirkan serta menyadarinya). Selain itu, hasrat, juga tidak jarang terbentuk dari hasrat yang diwariskan: hasrat yang tak sempat tersalurkan dan tercapai oleh pendahulunya.

Oleh karenanya, hasrat merupakan peristiwa gunung es, dia tidak berdiri utuh secara mandiri. Dia terbentuk oleh informasi-informasi yang sangat kaya yang terekam dalam diri manusia, yang merupakan manifestasi dari serangkaian pemahaman serta pengalaman hidup yang pernah dilaluinya, termasuk kehidupan sebelum kelahirannya, bahkan lebih jauh lagi: pemahaman dan pengalaman hidup orang tuanya.

Terlepas dari itu semua, hasrat akan sesuatu merupakan ilusi nan mimpi yang tak akan pernah benar-benar akan terjadi. Capaian hasrat hanya akan menyentuh sebagian dari ilusi dan mimpi-mimpi. Tidak ada capaian hasrat yang dapat terwujud dengan sempurna menjadi barang yang presisi sesuai dengan gambaran ilusi dan mimpi yang kita bangun sendiri, ya, dalam hal apa pun. Seperti aku yang mendambakannya, namun yang kudapat hanya sebuah nama, uhu-uhu... . Namun demikian, bukan berarti tak perlu manusia berhasrat akan sesuatu. Justru, manusia dipersilakan secara merdeka untuk berhasrat terhadap apa pun secara cuma-cuma, bahkan, meskipun terhadap barang atau perkara yang padahal ga guna juga. Lagi pula, hasrat yang merupakan satu di antara "fitur-fitur" yang tertanam dalam diri manusia agar kehidupan yang dijalankannya penuh warna ini sayang juga kalau lebih sering jadi "kaum rebahan" yang jarang bekerja. Oleh karenanya, berhasratlah, sebelum berhasrat ada undang-undangnya! eh..


Rumpin, 25 Oktober 2021

Din Sudiro

Komentar