"Itu orang engga tau diri, engga punya malu apa. Padahal udah ditegur, masih aja engga mau denger. Sebegitu banget." Begitulah kira-kira pandangan orang saat melihat orang lain mengambil jatah takjil melebihi jumlah yang bukan haknya.
Orang berkopiah putih dengan tas belanja berwarna hijau yang adalah salah satu dari "pejuang sekaligus jamaah takjiliyah" di Masjid Istiqlal itu mengulangi antrean agar bisa dapat 2 jatah takjil semacam susu formula. Dari sudut lain, seorang ibu, -- seperti orang berkopiah putih itu -- tergesa-gesa keluar dari barisan antrean setelah mendapatkan jatah takjil minuman fermentasi untuk yang kedua kalinya.
Kemudian terdengar sorakan dari jamaah yang juga sama-sama lagi Antre"Antre lagi ke belakang, Bu! Biar dapat lagi!" Sahutan lainnya pun bermunculan"Ulang aja terus sampe dapet banyak, puasa-puasa kok engga jujur!". Sambil nengok kondisi antrea didepannya sekaligus ngecek apa stok takjilnya masih ada, sebagian dari para pejuang takjil mengomentari kejadian itu "Itu orang engga tau diri, engga punya malu apa! Padahal udah ditegur, masih aja engga mau denger. Sebegitu banget!", "Tau, ya. Orang gitu amat, duh!".
Aku yang kebetulan juga menyaksikan kejadian itu dengan jelas justru tersenyum sedikit tertawa. Bukan karena kejadian itu, tapi aku tersenyum karena apa yang terlintas dalam pikiranku.
Bahwa Rahmah Allah itu luas, meliputi segala alam. Bahkan makhluk yang secara fungsi dan estetika engga bisa diandalkan sekali pun, sama-sama dikasih kesempatan yang sama untuk memperoleh Rahmah-Nya.
Dan setidaknya sambungnya seorang hamba dengan Tuhannya, Kasih Sayang-Nya tetep sampai kepadanya. Tapi ia harus hati-hati, karena saat hamba itu tidak berusaha untuk mengontrol dirinya, kesempatan (kasih sayang) yang diberikan kepadaya malah bisa jadi bumerang untuknya. Dan Dia berhak untuk menyesatkan hambanya.
Selain itu, kejadian seperti ini (yang bukan hak aneh sebetulnya) memang baru kusaksikan lagi semenjak setelah kelulusanku dari Ummul Quro. Karna biasanya yang kayak si bapak dan si ibu di atas ini kala itu, ya santri-santri yang disebut Muallim dan Mudabbir 😅
Din Sudiro
Jakarta, 5 April 2023
Komentar
Posting Komentar