Pernikahan itu proses perayaan, katanya

 Rintik hujan yang baru saja membasahi atap rumah dan rerumputan membawa suasana yang sejuk, sementara rembulan yang biasa muncul dipertengahan bulan nampaknya sedang berlibur entah kemana. Abdan baru saja pulang dari ibu kota setelah seharian mengikuti perkuliahan di kampusnya. Ketika itu Syakur dan Kuntu sedang mendengarkan lagu Efek Rumah Kaca yang berjudul Desember dari iPod yang diputarnya sedari tadi. Sambil melepaskan jaketnya yang sedikit basah terkena air hujan dia bertanya, "Kalian kan tahu aku hendak meminang anak lurah yang juga seorang Guru ngaji di kampung kita kan?", Setelah memindahkah tas dari kursi ke atas lemari dia melanjutkan, "Kau tau apa arti sebuah pernikahan?". 

"Pernikahan itu ya sunnah Kanjeng Nabi kang," jawab Syakur enteng. 

"Ya kalo itu aku tau"

"Nikah itu menyempurnakan separuh agama seseorang kang" 

"Ya itu juga aku udah tau, toh itu sering disampaikan para Ustadz di acara walimah, apalagi kamu paling banyak makannya kalo menghadiri undangan". 

"Ya kalo udah tau untuk apa menanyakan lagi, lalu tunaikan-lah sudah". 

Manusia memang senang bertanya dan dari pertanyaannya itu ia mengharapkan jawaban yang sesuai dengan kehendaknya. Jika hal tersebut yang menjadi dasar seseorang bertanya, maka dimana letak cahanya itu?. Pertanyaan yang seharusnya menjadi jembatan pengetahuan terkadang malah menjadi pintu menuju kesesatan yang semakin dalam. 

Setelah mendengar debat kusir tentang besek berkat antara mereka. Dengan nada yang dibuat agar terdengar bijak kuntu bergumam, "Ya, kau bertanya kepada orang yang tepat.". Mengetahui status Kuntu yang masih melajang, tentu hal yang wajar jika Syakur terheran dengan jawabannya kuntu, " Kau sok tau tau kun, belum aja menikah sudah merasa tau segalanya tentang pernikahan", sahutnya sambil tertawa. 

"Loh, aku bukan sok tau, kau nda bisa menilai kualitas seseorang hanya berdasarkan pengalaman dan status sosialnya saja. Berapa banyak orang yang sudah menikah-pun belum tentu mengetahui dan mengerti arti sebuah pernikahan, bahkan banyak pula dari mereka yang sudah menikah gagal mengartikan sebuah pernikahan sehingga berujung perceraian. 

Seorang bijak bistari pernah berkata 'Sungguh kebodohan yang nyata orang yang memberikan pengertian hanya berdasarkan pengalaman pribadinya semata'. Karena aku belum menikah-lah maka apa yang bakal ku sampaikan ini bukan merupakan pemahaman subjektif melainkan pemahaman objektif." 

"Bahasamu itu loh, yaudah terus apa yang kau tau tentang pernikahan?", Jawab Syakur sedikit menyesal sudah menanggapi Kuntu. 

"Haha, kau pasti belum makan, kok galak sekali"

"Geura jawab, ulah loba guaya" 

"Let me explain that", dia melanjutkan, " Ia merupakan proses perjalanan perayaan cinta diantara kedua insan yang tidak ada kata akhirnya. Di setiap persinggahan dan persimpanganya akan kau temukan berbagai macam cita, rasa, dan duka yang dikehendaki maupun yang tidak dikehendaki oleh keduanya. Dan setiap rasa itu, keduanya hendaknya saling memahami dan saling mengerti."

"Hoalah, sampean iki mesti akan sepur, penjelasanmu mengandung unsur-unsur kereta KRL Jabodetabek". Tanggap Abdan sambil merebahkan diri di atas kasur.

Komentar